PESSEL-Bupati Rusma Yul Anwar menjamu Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Alue Dohong di Rumah Dinas Bupati Pesisir Selatan usai meninjau kawasan Mandeh, Selasa (23/8/2022) siang.
Pertemuan dengan Wamen LHK-RI itu dimanfaatkan oleh Rusma Yul Anwar untuk menyampaikan banyak hal dan meminta petunjuk lebih lanjut terkait kawasan hutan serta konflik sosial masyarakat yang memerlukan solusi tepat.
"Bagaiamana ke depannya tidak ada konflik-konflik sosial terjadi, ketika kita harus menyelamatkan hutan dan seluruh ekosistemnya. Tetapi juga bisa memberikan nilai kehidupan bagi masyarakat yang berada di pinggir atau di sekitarnya, " tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan, Kabupaten Pesisir Selatan memiliki luas wilayah yang cukup luas. Sekitar 53 persen luas wilayah itu merupakan kawasan hutan lindung termasuk Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).
"Luas wilayah Pesisir Selatan kurang lebih 604 ribu hektare. Lima puluh tiga persen diantaranya merupakan kawasan hutan lindung termasuk TNKS, hanya 47 persen kawasan budidaya, " tutur Rusma Yul Anwar.
Dikatakan, dengan jumlah penduduk juga cukup besar yakni mencapai 534 ribu, menempati urutan kedua terbanyak kepadatan penduduk setelah Kota Padang.
Pada area sisa kawasan 47 persen itu, masyarakat Pesisir Selatan mencoba menggantungkan harapan untuk mencari nafkah demi bertahan hidup.
Dalam kondisi terbatas itu, Rusma menyampaikan sejumlah harapan dan petunjuk kepada Wamen untuk dapat memberikan solusi untuk mengatasi persoalan yang selalu menjadi konflik sosial di tengah masyarakat.
"Tapi, dari 53 persen kawasan tadi, ada beberapa kawasan, menurut kami seharusnya sudah harus keluar, ada dua nagari di kecamatan ini, jika bapak menggeser sedikit saja tapal batas, itu bisa membuat dua nagari tersebut keluar dari status kawasan hutan lindung, " ulasnya.
Kata bupati, sebetulnya ada batas alam yang lebih pas dibandingkan dengan kondisi saat ini. Batasnya bisa dengan aliran sungai bukan batas yang berada di jalan raya nasional. Jarak batas dengan pinggir sungai itu hanya 100-200 meter saja.
Sehingga nantinya, kata bupati ada keleluasaan bagi masyarakat di sekitar untuk bisa berkreativitas lebih jauh tanpa rasa takut dan khawatir. Saat ini yang menjadi buah pikiran bupati juga terkait konflik sosial masyarakat dalam perebutan lahan. Rusma menyampaikan konflik sosial itu telah merenggut nyawa. Ada warga yang menjadi korban akibat konflik yang terjadi.
"Di daerah ini ada HPK di kawasan transmigrasi, dulu luasnya 17 ribu hektare, tapi kalau saat ini paling banyak hanya tinggal 7 ribu hektare saja pak Wamen. Dan setiap hari mereka melakukan konflik sosial. Bahkan sudah ada masyarakat yang terbunuh untuk memperebutkan lahan itu. Untuk itu, kami minta ketegasan apa yang harus kami lakukan sehubungan dengan HPK tersebut, sudah ada yang mati karena perebutan lahan seperti itu, " terang bupati.
Rusma Yul Anwar pun meminta petunjuk kepada Wamen agar ke depan bisa menegakkan aturan tentang penjagaan kawasan tersebut.
"Kalau menurut bapak statusnya bisa dinaikkan ya naikkan saja. kalau tidak, apa petunjuk yang harus kami lakukan, agar konflik ini tidak terus berlanjut, " ucapnya.
Sementara, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong merespon tentang apa yang disampaikan Bupati Rusma Yul Anwar.
Wamen mengatakan terkait sejumlah hal yang disampaikan bupati sebetulnya ada beberapa instrumen kebijakan yang dapat dilakukan bupati.
"Tadi pak bupati sampaikan, ada masyarakat yang tinggal di kawasan hutan lindung, tadi juga ada masalah HPK. Nah, ada beberapa instrusmen kebijakan pak bupati, misalnya di kawasan konservasi. Kawasan konservasi itu, kita kan mempunyai sistem zonasi. ada zona inti, zona rimba, zona pemanfaaatn bahkan zona tradisional. Nah ini bisa kita lakukan dengan sistem kemitraan konservasi namanya pak bupati, " kata Wamen.
Alue Dohong bahkan mendorong masyarakat yang ada di sekitar kawasan konservasi itu menjadi sistem pagar sosial. Caranya adalah merekatkan dengan kemitraan konservasi.
"Kasus yang tadi, tadi kalau kawasannya memang sawah lama, dan itu jaraknya 100-200 dari sungai dan tepi jalan raya. Solusinya bisa lewat UU Cipta Kerja, itu ada proses penyelesaiaan. Kalau memang sudah lama berpuluh tahun disitu, maka kita bisa selesaikan lewat proses TORA (Tanah Objek Reforma Agraria). Pak bupati bisa sebagai pemohon, nanti tim bisa turun, di check, kita bisa geser batas hutannya, " katanya lagi.
Alue menyampaikan kalau batas alaminya sungai, mungkin saja bisa digeser ke sungai. Sehingga itu bisa dilepaskan yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya proses penurunan fungsi. Yaitu dari hutan lindung menjadi fungsi penggunaan area lainnya.
Baca juga:
Calon Investor Cimory Group Datang ke Sumbar
|
"Itu mungkin bisa dilakukan. Jadi, perlu diidentifikasi subjek dan objeknya. Subjeknya siapa, pemiliknya, luas berapa, jadi nanti kita di Jakarta lah, jadi bapak siapkan dulu. Nanti ajukan permohonannya ke dirjen PKPL, nanti coba kita cek ya. Saya kira itu bisa solusi. termasuk HPK tadi yang tidak produktif di kawasan transmigrasi. itu juga seetulnya di koridor dengan agraria, " tuturnya. (rel)